Aliansi Alumni SMAN 1 Bangil Tuntut Keadilan

Aset dan Kuota Siswa Tergerus, SMA Taruna Madani Dianggap Privilegiat


Pasuruan, Seputarperistiwanews.com – Ketegangan mencuat di dunia pendidikan Pasuruan setelah Aliansi Alumni SMAN 1 Bangil (SMANBA) melayangkan tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dalam audiensi yang berlangsung di SMANBA pada Rabu (23/4), para alumni mendesak pengembalian aset sekolah dan kuota penerimaan siswa yang disebut telah tereduksi sejak berdirinya SMA Taruna Madani (TARMAD).

Dipimpin oleh Chairil Mukhlis, Aliansi Alumni SMANBA menilai hadirnya SMA Taruna Madani bukan hanya menimbulkan ketimpangan akses pendidikan, tapi juga menyebabkan tergerusnya hak historis SMANBA—baik dalam bentuk aset maupun jumlah rombongan belajar (rombel).

“Kami Tidak Anti TARMAD, Tapi Jangan Korbankan SMANBA”

“Kami tidak memusuhi SMA Taruna Madani. Kami hanya ingin keadilan dikembalikan. Apa yang dulu dimiliki SMANBA kini berkurang akibat kebijakan yang tidak berpihak,” tegas Chairil dalam forum yang juga dihadiri oleh Komite Sekolah dan perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.

Menurut Chairil Muchlis, jumlah rombel di SMANBA yang semula 12 kini berkurang menjadi 9. Selain itu, beberapa aset sekolah yang dibangun dengan infak wali murid dikabarkan beralih kepemilikan ke SMA Taruna Madani, yang berstatus semi-boarding school dan memungut biaya tinggi.

“Jangan sampai semangat kolektif alumni dan wali murid yang telah membangun SMANBA justru disingkirkan hanya karena hadirnya sekolah baru yang dianggap lebih prestisius,” tambahnya.

Aliansi juga mengungkap adanya dugaan pelanggaran administratif dalam pendirian SMA Taruna Madani. Chairil menyoroti tidak adanya sosialisasi memadai kepada masyarakat serta dampak yang ditimbulkan terhadap pemerataan pendidikan. Kini, siswa dari lima kecamatan—Bangil, Gempol, Beji, Rembang, dan Kraton—harus bersaing memperebutkan kuota terbatas di SMANBA.

Gandung, alumnus angkatan 1984, menilai kebijakan pengurangan kuota dan alih aset merupakan langkah yang gegabah. “Kebijakan seperti ini seharusnya tidak dibuat secara tiba-tiba. Harus ada kajian dan dialog dengan masyarakat,” ujarnya.

Menanggapi keresahan para alumni, Suhartatik selaku perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi menyatakan bahwa pihaknya membuka ruang diskusi lebih lanjut. Ia menegaskan, sumbangan masyarakat tetap menjadi milik pemerintah sesuai regulasi BPK, dan kuota bisa ditinjau ulang jika memungkinkan.

“Kami paham keresahan yang disampaikan. Aspirasi ini akan kami sampaikan ke pimpinan. Tujuannya satu: mencari solusi terbaik demi kemaslahatan pendidikan di Bangil,” ujarnya.

Menyoal tuntutan penggantian kepala sekolah, Suhartatik menyebut hal tersebut akan dikaji lebih lanjut di tingkat internal.

Meski ketegangan memuncak, para alumni tetap menyerukan penyelesaian secara damai. Mereka mengajak seluruh pihak duduk bersama, membahas solusi konkret tanpa harus turun ke jalan.

“Kami cinta SMANBA, dan kami ingin keadilan. Bukan untuk menjatuhkan siapa pun, melainkan untuk memastikan generasi berikutnya tetap punya akses pendidikan yang setara dan bermartabat,” pungkas Chairil.

(Arya)


Lebih baru Lebih lama